Friday, November 25, 2016

Wednesday, November 9, 2016

Mengevaluasi Teori


Littlejohn (2009)  mengungkapkan bahwa teori memiliki kekurangan. Kekurangan tersebut merupakan kebenaran mutlak karena pada dasarnya teori merupakan abstraksi yaitu mengurangi pengalaman lain, hanya berfokus pada sesuatu.

Teori merupakan susunan yang dibuat dari pilihan manusia. Teori menurut Stanley Deetz (dalam Littlejohn: 2009) adalah sebuah cara untuk melihat dan memikirkan dunia. Dan hal ini akan lebih baik jika dilihat oleh orang lain yang tentu akan melihat pada sudut pandang yang berbeda.

Teori memiliki asumsi filosofis yaitu epistemology (pengetahuan), ontology (keberadaan) dan aksiologi (nilai). Asumsi filosofis itu didasari oleh pembuat teori berdasar apa yang mereka ketahui, kontekstual dan nilai-nilai yang terkandung bagi hasil penelitian.

Teori memiliki dimensi konsep, penjelasan dan prinsip yang didasarkan oleh para akademisi pembuat teori. Teori nomotetik disusun berdasarkan hipotesis peneliti. Sementara teori praktis merupakan susunan dari pemahaman peneliti. Dan masing-masing teori berhubungan dengan sejarah sementara waktu terus berubah.

Oleh karena itu dengan adanya perbedaan-perbedaan yang ada dan hakikat dari kemunculan teori dari tiap peneliti maka teori-teori perlu dievaluasi.
Kita memerlukan dasar untuk menilai teori-teori komunikasi. Pada dasarnya setiap teori memiliki kelemahan karena tidak terdapat satu teori yang memiliki semua kriteria “benar” dengan bobot yang sama (Littlejohn: 2009). Namun kriteria tertentu akan lebih penting bagi jenis-jenis teori tertentu.

Kriteria yang dipaparkan oleh Littlejhon (2009) merupakan kriteria yang dapat membantu menilai teori-teori secara sistematis dan dapat dijadikan sebagai dasar untuk memulai mengevaluasi teori-teori.

Ruang lingkup teori.
Hal ini menyangkut kelengkapan atau cakupan dari sebuah teori. Teori dapat dikatakan gagal jika terlalu sempit maupun terlalu luas dalam melihat suatu situasi (Stanley Deetz dalam Littlejohn: 2009). Sebuah teori merupakan penjelasan dari sebuah contoh tunggal yang mencakup serangkaian kejadian.

Ketepatan.
Yaitu asumsi epistemologis, ontologis dan aksiologi teori tepat bagi pertanyaan-pertanyaan teoretis yang disampaikan dan metode penelitian yang digunakan. Sementara itu kelayakan didefinisikan sebagai konsistensi logis antara teori dan asumsinya.

Nilai heuristic.
Teori-teori tersebut menghasilkan ide-ide baru bagi penelitian dan teori lainnya. Teori-teori tersebut membantu penelitian dan menyelesaikan nilai berdasarkan cara masing-masing yaitu praktis dan nomotetik. Praktis yaitu menghasilkan ide-ide baru dengan terus menerus mencari situasi-situasi baru, sementara nomotetik adalah menghasilkan pertanyaan-pertanyaan penelitian baru, hipotess-hipotesis baru, dan konsep-konsep atau variabel-variabel baru.


Validitas.
Validitas merupakan kebernaran yang didasarkan pada tiga hal yaitu nilai (kepentingan atau keperluan teori), koresponden atau kesesuaian (konsep dan hubungan yang ditentukan oleh teori dapat diobservasi), dan generalisasi (ruang lingkup teori).

Parsimony
Yaitu kesederhanaan logis, di mana teori yang lebih hemat diantara yang lain tanpa mengesampingkan faktor-faktor penting yang memperluas pemahaman. Dan juga diimbangi oleh kriteria-kriteria lain.


Keterbukaan
Kriteria keterbukaan artinya terbuka pada kemungkinan-kemungkinan lain (bersifat sementara), kontekstual, dan bermutu. Teori merupakan konstruksi yang mampu megakui perbedaan dan mengajak dialog dengan perspektif-perspektif lainnya.

Referensi:
Littlejohn, Stephen W. Foss, Karen A. 2009. Theories of Human Communication. Jakarta: Salemba Humanika.

Thursday, November 3, 2016

Teori Spiral Ketenangan



Penggagas Teori Spiral Ketenangan (Spiral of Silence) adalah Elisabeth Noelle-Neumann.
Latar belakang teori ini adalah berasal dari opini masyarakat yang merupakan masalah besar dalam ilmu politik. Masalah tersebut didefinisikan sebagai opini yang diungkapkan secara umum, opini yang menyangkut urusan masyarakat dan opini masyarakat sebagai sebuah kelompok alih-alih beberapa kelompok individu yang lebih kecil.

Isu utama Teori Spiral Ketenangan adalah bagaimana komunikasi interpersonal dan media berjalan bersama dalam perkembangan opini masyarakat.

Teori ini berasal dari pengamatan dalam pemilihan umum, di mana manusia menyimpan opini mereka dan bukan membicarakannya.

Spiral ketenangan terjadi ketika individu yang merasa bahwa opini mereka terkenal senang mengungkapkan diri sementara merka yang tidak memikirkan opininya dikenal dengan orang yang selalu diam.

Proses tersebut terjadi dalam sebuah spiral, sehingga satu sisi berakhir dengan banyaknya publisistas sementara yang satu sedikit publisitas.

Pada perkembangan selanjutnya melalui penelitian tes kereta api Noelle-Neumaan didapati bahwa ketika orang membicarakan pendapat pada orang yang sama-sama mendukung maka pembicaraan akan berkembang pada proses lebih lanjut. Namun ketika mereka membicarakan dengan orang yang tidak mendukung, maka mereka lebih memilih untuk tidak meneruskan pembicaraan.

Media memiliki pengaruh terhadap spiral ketenangan karena pada dasarnya, media memublikasikan opini-opini yang umum dan juga tidak umum. Dan muncul kebingungan masyarakat tentang berasal dari mana mereka mempelajari suatu opini, apakah dari media atau interpersonal.

Spiral ketenangan merupakan fenomena yang melibatkan jalur pribadi dengan komunikasi media. Walaupun media memberitakan berita tentang suatu hal, namun pada kenyataannya belum tentu sesuai dengan opini masyarakat sebenarnya.

Referensi:
Littlejohn, Stephen W. Foss, Karen A. 2009. Theories of Human Communication. Jakarta: Salemba Humanika.